Kehendak Yang Maha Esa
Ketika Yang Esa, untuk merasakan DiriNya, berkehendak
membuka DiriNya melalui bentuk tertentu dalam alam jasmani, bentuk tersebut
akan kembali kepada Yang Esa dengan mengorbankan segalanya, termasuk keberadaan
dirinya.
Untuk mencapai tujuan ini, ia akan melepaskan segalanya, dari
bidang pikiran hingga bidang tindakan, segala yang dianggap miliknya akan
ditinggalkan. Ia akan menanggalkan pengkondisian diri, dan semua nilai-nilai
yang melekat padanya, serta emosi-emosi yang diakibatkannya . Ia bahkan akan
melepaskan hasrat-hasrat jasmani dan kecanduannya, membersihkan tubuhnya dari
kebiasaan merokok dan minum minuman keras, makan dan tidur berlebihan dan
kelemahan-kelemahan fisik lain yang diperoleh selama hidupnya. Ia kemudian akan
memulai praktik-praktik spiritual untuk meningkatkan kesadarannya.
Ketika ia menemukan realitinya pada tingkat kesadaran, ia akan
mengenal Yang Esa dan menyadari bahwa semua ilmu berkenaan denganNya. Ia
kemudian akan menyadari sifat ilusi dari dirinya dan ketiadaan identitas nyata
dirinya, dan mulai melepaskannya, dan akhirnya melenyapkan dirinya dan bersatu
dengan Yang Esa.
Namun demikian, semua ini hanya boleh dicapai melalui petunjuk
dari mentor yang tercerahkan, yang telah menjalani realiti
ini. Karena mustahil bagi seseorang, dengan ikhtiarnya sendiri saja, boleh
terbebas dari kungkungan pengkondisian, dari hasrat dan kecenderungan alami,
atau ilusi identiti diri.
Maka, untuk mencapai Yang Esa, ia mesti mencari dan menemukan
seseorang yang memungkinkan dirinya melepaskan semua pengkondisian dirinya,
seorang penunjuk jalan yang telah melewati proses ini dan telah tercerahkan.
Karena seseorang tidak akan dapat mengajari orang lain untuk berenang jika ia
sendiri tidak tahu bagaimana cara berenang! Jika ada seseorang mengaku dapat mengajari
Anda cara berenang, sedangkan ia sama sekali tak pernah melihat samudera,
tinggalkan lah ia dalam khayalannya dan lanjutkan perjalanan Anda. Seorang
penggembala tidak akan dapat mengajari Anda cara berenang. Anda mesti mencari
panduan yang tepat dari sumber yang tepat.
Ketika pemandu yang benar ditemukan dan petunjuknya didengar dan
diterapkan, pemurnian jiwa akan terjadi dan kesadaran akan bangkit. Proses yang
berat ini akan berlanjut hingga ketundukan sempurna dan kesatuan dengan Yang
Esa tercapai. Pada titik ini, ia akan menyadari bahwa ia ‘Islam’. Ia akan
menjadi ‘Abdullah’ yakni ‘abdi/pelayan Allah’ dan
mencerminkan makna-makna Allah pada cermin kefanaan dirinya yang baru digosok
dan disucikan.
Penyucian sejati mengorbankan segalanya. Ia akan menuntut
pengorbanan atas segala sesuatu yang kita miliki. Jika kita tak hendak untuk
menyerahkan semua yang kita miliki dalam pencarian ini, mungkin lebih baik
tidak menapaki jalan ini sama sekali, karena ini merupakan perjalanan yang
penuh dengan perjuangan, rasa sakit, kesusahan dan penderitaan. Jalan ini boleh
mengorbankan apapun yang kita miliki, apapun yang kita cintai, identitas kita
dan segala sesuatu yang melekat padanya!
Jika kita mengaku telah sampai pada tantangan ini, namun
menangis dalam kesedihan atau menyalahkan orang lain ketika mengalami
kehilangan, bukan hanya tidak akan mendapatkan apa yang telah hilang, kita pun
bahkan semakin cenderung menyalahkan orang lain.
Nabi Muhammad (saw) mengatakan:
“Jangan mengkritik; engkau tidak akan mati hingga mengalami apa
yang dikritikkan itu.”
Jadi, jika kita menerima ilmu ini dan ingin mencapainya, maka
kita mesti mau untuk dibakar di neraka agar boleh masuk surga. Karena seseorang
hanya dimurnikan dengan pembakaran! Seperti halnya emas dimurnikan dengan api.
Seperti dikatakan ayat berikut:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang beriman jiwa
mereka (nafs) dan harta mereka [dengan ganti] karena
mereka akan mendapatkan Surga.” (Qur’an 9:111)
Catat bahwa ayat ini mengatakan ‘jiwa’ dan ‘harta’!
Mari kita menilai kata-kata ini dalam maksud yang luas.
Bagaimana kita boleh mengejar kesenangan-kesenangan jasmani,
dengan membiarkan dajjalnya ego sepenuhnya berkuasa, dan pada
saat yang sama menyatu dengan Yang Esa? Jelas mustahil. Setan (ego) mengarahkan
pikiran-pikiran kita kepada semua jalan ‘buntu’, dan membuat kita berpikir
bahwa ada jalan tembus padanya, Namun sayangnya itu hanyalah perangkap ego;
hanyalah prasangka belaka!
Sejarah dipenuhi oleh tokoh-tokoh yang secara spiritual
tercerahkan. Lihatlah kehidupan mereka. Manakah di antara mereka yang hidup
tanpa penderitaan? Hidup mereka penuh dengan pemurnian dan pengorbanan!
Kita hanya mendapatkan sejauh apa yang kita lepaskan dari
identitas kita. Banyaknya pengorbanan, yang kita keluarkan dari ‘diri’ kita,
merupakan derajat realiti sejati yang dapat kita capai. Jadi, sebelum sistemnya
sendiri yang pasti dan memaksa merenggut harta, apa yang kita miliki, yang kita
cintai, dll., mengapa tak kita tinggalkan semua itu, pertama-tama dengan
melepaskan mereka dari ego dan identitas kita, dan dengan menyucikan hati kita
dari kepemilikan dan keterikatan terhadap material?
Pada kenyataannya, setiap orang melewati pengalaman yang serupa
dalam kehidupan; setiap orang merasakan sedihnya kehilangan, misalnya. Namun
beda antara seseorang dengan orang yang secara sadar berkeinginan untuk
dibangkitkan adalah bahwa orang yang kemudian ini mengetahui hikmat di
baliknya, dan karenanya menghadapinya dengan ketenangan dan kepasrahan. Orang
yang kemudian ini tahu mengapa ia terbakar dan menderita, dan memilih
menjalaninya dengan ketenangan, sementara orang yang pertama tadi malah
menambah rasa sakitnya dengan terus mengecam dan mengeluh.
Namun ini bukannya syarat untuk masuk surga!
Untuk menyatu dengan Allah, seseorang mesti membangkitkan
kesadarannya!
Seseorang boleh saja mengatakan
: “Masuk surga saja sudah cukup
baik bagiku”, namun ini telah ditentukan pada hari ke 120 setelah pembuahan,
ketika kita ditetapkan sebagai seorang yang beruntung (said)
atau yang merugi (shaqi).
Jika kita ditetapkan sebagai orang yang beruntung,
maka semua keperluan akan diberikan kepada kita selama hidup kita. Kita
mestinya akan dianugerahi dengan pemahaman dan ilmu, haus akan pencarian,
keimanan dan perwujudan amal, dan akhirnya membuahkan pintu-pintu surga.
Sebaliknya, jika kita telah ditetapkan sebagai orang yang merugi,
maka:
“Allahlah pemilik segala sesuatu; Dia Maha Bijaksana dan bebas
melakukan apa yang dikehendakiNya. Tak seorangpun berhak untuk menanyakan
kehendakNya!”
Siapa dan apa yang benas, terlepas, dari Allah sehingga
boleh bertanya mengenai hakNya?
Jika engkau mengaku menginginkan Realiti, maka mesti
berkeinginan untuk membayar harganya, kawan!
Bagaimana jika Anda mengatakan seperti ini, namun masih menipu
diri dengan terus mengikuti hawa nafsu dalam kesenangan diri?
Jangan terhijab!
Ketika Nabi Musa pergi menemui Tuhannya, Allah memanggilnya dari
api:
“Aku Allah Tuhanmu, ya Musa!”
Jadi jangan terkejut jika api menyapa Anda! Api akan membakar
Anda!
Jangan terhijab darinya ketika ia menyapa Anda dari tempat yang
membakar Anda!
Apa yang membakar Anda adalah ‘api’, bukannya nyala api yang
nampak di mata Anda. Dan selama Anda terbakar, maka Anda berada dalam neraka
pribadi Anda. Dunia ini merupakan bagian dari neraka juga. Selama Anda terus
menjalani kehidupan duniawi, Anda akan tetap hidup di neraka.
Namun demikian, jika anda masih mengklaim ingin mencapai Allah,
ketahuilah bahwa ‘Anda’ tak kan pernah mencapai Allah.
Jangan mengikuti langkah-langkah mereka yang menjanjikan
kehidupan duniawi yang indah. Ikutilah mereka yang akan “Membunuh Anda
sebelum kematian”; jangan sampai Anda ditegur dengan perkataan “Engkau
tak boleh menemuiku!”
Mereka yang memberi Anda kehidupan duniawi yang gemerlap akan
bertindak demikian hingga Anda masuk liang lahat. Sedangkan pada akhirnya,
kematian Anda tak terhindarkan.
Teman sejati Anda adalah mereka yang akan membunuh Anda sebelum
ajal, karena ‘mereka yang beriman menyatu dengan Allah melalui kematian’ di
saat dimana Anda akan berseru seperti halnya Rumi:
“Jangan berduka di pemakamanku! Bermain dan bergembiralah!
Karena aku kan menyatu dengan Kekasihku!”
Sungguh, teman sejatimu adalah dia yang akan membunuh identiti palsumu, diri ilusimu, dan menyelamatkanmu dari ilusi keterpisahanmu, sehingga
Anda dapat menyatu dengan sumber Anda.
Carilah kematian ini, dan carilah teman sejati ini, sehingga
Anda dapat memulai kehidupan sejati!
Kematian, seperti halnya neraka, adalah rahmat. Rahmat dari Yang
Rahman tersembunyi dalam penderitaan, seperti halnya kesembuhan
tersembunyi dalam pahitnya ubat.
Kematian hanya menakutkan mereka yang terikat dengan dunia,
karena kematian bagi mereka berarti kehilangan segala yang mereka anggap
memilikinya. Namun jika kita gagal menguasai rasa takut ini saat kini, di masa
depan rasa takut ini akan semakin hebat.
Mari kawan . . .mari menyambut kematian dengan keinginan dan
cinta demi Allah sehingga Anda akan dihidupkan dengan Yang Maha Hidup (Hayy)
dan Yang Maha Kekal (Baqi).
Matilah sekarang kawan, matilah sekarang dan hidup untuk
selamanya.
Ahmed Hulusi
Tq 4 info
ReplyDelete